A.           Pendahuluan
dengan rentang waktu Islam yang diajarkan oleh Muhammad Rasulullah  empat belas abad yang lalu sampai kepada kita secara berantai dari generasi ke generasi. Perjalanan panjang penyampaian (Tahammul wa al-Ada’) dan penghimpunan hadis (Tadwin al-Hadits) tersebut ternyata menimbulkan sebuah permasalahan tersendiri dalam ilmu hadis, artinya periwayatan hadis berstatus Danny al-Wurud. Dari sinilah kemudian para Ulama hadis berusaha menciptakan sebuah “Body of Knowledge” yang didalamnya terdapat kaedah-kaedah dalam menyeleksi periwayatan hadis baik dari segi sanad (al-Naqd al-Khariji) maupun matan (al-Naqd al-Dahili) sehingga bisa ditentukan apakah sebuah periwayatan hadis tersebut diterima atau ditolak.
Dari segi sanad, periwayatan hadis ternyata melibatkan beribu-ribu periwayat hadis (transmitter), yang tidak sedikit diantaranya tidak bisa dipertanggungjawabkan, baik secara kualitas kepribadian (al-‘Adalah) maupun kapasitas intelektual (al-Dabt). Oleh karena itu penelitian atas periwayat hadis baik meliputi biografi, guru dan muridnya serta informasi lainnya yang berkaitan dengan periwayatan hadis menjadi penting. Beberapa Ulama hadis telah merintis perkembangannya dalam Ilmu-ilmu Hadis (Ulum al-Hadits) menjadi Ilmu Rijalil Hadis, dari ilmu tersebut kemudian terpecah lagi menjadi Ilmu Tarikh al-Ruwah dan Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil. Dalam perkembangan selanjutnya menurut penulis diperlukan tidak hanya deskripsi atas biografi periwayat hadis ansich, tetapi diperlukan pemilahan atas periwayat hadis yang berjumlah banyak. Oleh sebab itu beberapa Ulama ada yang memilah periwayat hadis dari segi Tsiqah dan Da’if, dari segi tempat tinggal periwayat hadis, ada juga yang memilah dari hal kedekatan periwayat hadis satu dengan periwayat hadis yang lain. Untuk yang terakhir inilah kemudian muncul dalam ilmu hadis sebagai Ilmu Tabaqah
Bila berbicara periwayat hadis yang berjumlah banyak tersebut, maka  sebagai. Sahabat Nabi tidak akan lupa membicarakan Sahabat Nabi  periwayat hadis ditingkat pertama memiliki kedudukan yang sangat penting dalam periwayatan hadis. Dalam periwayatan hadis tidak selalu para  dan mendengarkan hadisr hadir dalam majelis Nabi Sahabat Nabi   kemudian. Akan tetapi, bukan berarti Sahabat Nabi langsung dari Nabi  . Pararmenyepelekan untuk mendengarkan apa saja yang berasal dari Nabi   berambisi untuk mengambil, memperoleh dan mengikuti apa Sahabat Nabi  yang mereka saksikan atau yang mereka dengar, sehingga diantara mereka , dari hari kehari agar saling bergantian untuk menghadiri majelis Nabi  .mereka dapat saling memberitahu ilmu yang didapat dari Nabi   dan tetangganya. Sebagaimana kisah sahabat Umar bin al-Khattab 
Tetapi Tidak ada sensus yang jelas berapa jumlah Sahabat Nabi  bila penulis merujuk kepada informasi Abu Zur’ah al-Razi yang  wafat sedangkan terdapat seratus empat belas ribu berkata: “Rasulullah   yang mendengarkan dan meriwayatkan
darinya”,Sahabat Nabi  maka  yang terlibat dalam civitas diperkirakan jumlah Sahabat Nabi  periwayatan hadis (Tahammul wa al-Ada’) adalah sekitar angka tersebut. yang sangat penting dalam Mengingat kedudukan Sahabat Nabi   yang terlibat dalam periwayatan periwayatan hadis, sedang Sahabat Nabi  hadis juga berjumlah banyak, maka disinilah diperlukan pemilihan dan , yang dalam pemilahan atau katakanlah sebuah klasifikasi Sahabat Nabi  terminologi ilmu hadis disebut sebagai abaqah. Salah satu karya yang membahas thabaqat periwayat hadis secara komprehensif adalah al-Tabaqat al-Kubra karya Muhammad bin Sa’ad. Sebagai salah satu karya awal yang masih ada, setelah sebelumnya mengulas beberapa riwayat tentang para Nabi dan Rasul sampai Rasulullah . Kitab ini memberikan informasi biografi periwayat hadis dari tingkat sampai masa pengarang. Adapun Ibn Sa’ad sendiri adalah Sahabat Nabi  seorang Atba’ al-Atba’ al-Tabi’in.
ada lebih dari tigapuluh Kitab-kitab yang membahas Sahabat Nabi  kitab, namun yang terkenal ada tiga yaitu: al-Isti’ab fi Ma’rifat al-Ashab karya Ibn ‘Abd al-Barr al-Qurthubi al-Namra, Usd al-Ghabah karya ‘Izz al-din bin Atsir Abi al-Hasan ‘Ali bin Muhammad al-Jazari (Ibn Atsir), al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah karya Ibn Hajar al-‘Asqalani. Ketiga  tetapi kitab ini walaupun secara khusus membahas Sahabat Nabi  pembahasannya secara mu’jam (baca: indeks), yaitu diurutkan berdasarkan huruf hijaiyyah dari masing-masing nama periwayat hadis ditingkat . Memang dengan sistem ini memudahkan dalam merujuk nama Sahabat Nabi  yang akan dicari, tetapi klasifikasi atas Sahabat Nabi Sahabat Nabi  bisa dikatakan tidak ada.
Adapun dalam kitab al-Tabaqat al-Kubra karya Ibn Sa’ad para  diklasifikasikan dalam berbagai abaqah, kemudian lebih Sahabat Nabi  lanjut dalam kitab-kitab Ilmu Hadis diungkapkan bahwa Ibn Sa’ad  menjadi lima tabaqah, namun jika
mengklasifikasikan Sahabat Nabi  dilakukan pembacaan ulang- pembahasan lima abaqah tersebut hanya mencakup abaqah Sahabat pria, sedangkan Sahabat wanita ternyata oleh para Ulama tidak diikutkan dalam lima abaqah tersebut, padahal Ibn Sa’ad membahasnya juga, disamping itu ada beberapa klasifikasi Sahabat  dengan memperhatikan perpindahan tempat yang mereka lakukan baik Nabi   masih hidup maupun sesudah beliau wafat. ketika Nabi 
Beberapa point diatas, sedikit memberikan gambaran yang membedakan karya Ibn Sa’ad menjadi berbeda dengan karya-karya lainnya dibidang. Rijalil Hadis pada umumnya dan khususnya pada tingkat Sahabat Nabi 
B.            Biografi Ibn Sa’ad
1.      Nama, Lahir dan Wafat
Ibn Sa’ad nama lengkapnya adalah Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ al-Qurasyi. Kunnyah-nya Abu Abdullah al-Basri, ada juga yang menyebutnya Abu Abdullah al-Bagdadi. Laqab-nya al-Hasyimi, al-Bashri, al-Bagdadi,
al-Zuhri, al-Qurasyi dan Katib al-Waqidi. Ia juga disebut al-Hasyimi, karena Ia seorang hamba sahaya yang dimerdekakan (Mawla) oleh Bani Hasyim, namun ada yang berpendapat sebagai hamba sahaya yang dimerdekakan (Mawla) oleh Bani Zuhrah, tetapi ada juga yang menyatakan karena salah seorang moyangnya adalah hamba sahaya milik al-Husain bin Abdullah bin Ubaidillah bin al-Abbas al-Hasyim. Tidak ada data sama sekali siapa nama Ibu dari Ibn Sa’ad, ini tampaknya dikarenakan bahwa ia berasal dari kalangan budak, sehingga tidak terekam dalam data sejarah biografinya.
Ibn Sa’ad lahir di Bashrah pada tahun 160 H, ada juga yang berpendapat 168 H, yang terakhir lebih banyak dianut oleh para ulama- sehingga ia mendapat sebutan Ibn Sa’ad al-Bashri. Kemudian semenjak kecil, ia menuntut ilmu kepada ulama dimana ia tinggal dan ketika menginjak dewasa ia kemudian berkunjung ke berbagai kota dalam rangka mencari ilmu (Rihlah al-‘Ilmiyah) diantaranya adalah Madinah, Kufah dan Baghdad.
Ia berguru dan mengikuti majelis-majelis ilmu dari ulama-ulama besar pada masanya. Pada akhirnya ia menetap di Baghdad sampai wafat pada hari Ahad keempat khalwun, tanggal 26 bulan Jumadil al-Akhir, tahun 222 H, ada juga yang menyatakan 230 H / 844 M –pendapat pada tahun yang terakhir yang banyak disetujui- dalam usia 62 tahun dan dikuburkan di Pemakaman Pintu kota Syam.
2.      Guru-guru, Murid-murid dan Aktivitas Keilmuan
a.         Guru-guru
Dalam perjalanannya mencari ilmu Ibn Sa’ad kemudian berguru kepada sejumlah guru dan mentransferkan riwayat dari mereka. Adapun diantara guru-guru Ibn Sa’ad adalah sebagai berikut:
1.         Ahmad bin Abdullah bin Yunus al-Kufi.
2.         Ahmad bin Muhammad bin al-Walid al-Azraqi al-Makki.
3.         Isma’il bin Ibrahim bin Muqsim al-Kufi, terkenal dengan sebutan Ibn ‘Aliyah.
4.         Hajjaj bin Muhammad al-Musaisy al-A’war.
5.         Hajjaj bin Minhal al-AnmatI al-Bashri.
6.         Ishaq bin Abi Israil al-Marwazi
Dan masih banyak lagi dari guru-gurunya yang merupakan ulama besar pada zamannya. Semasa hidupnya dalam mencari ilmu, ia bertemu dengan sejarawan besar al-Waqidi –pengarang kitab al-Tabaqat dan al-Magazi- yang selanjutnya ia selalu menyertai dan menulis untuknya, sehingga ia dikenal sebagai Katib al-Waqidi (Sekretaris al-Waqidi).
Meskipun ahli hadis banyak yang mengkritik al-Waqidi, namun mereka mempercayai muridnya Ibn Sa’ad. Dalam berbagai hal Ibn Sa’ad banyak dipengaruhi oleh al-Waqidi, namun ia melampaui gurunya. al-Waqidi terkesan “kurang taat” dengan metode ahli hadis, sedangkan Ibn Sa’ad justru dengan metodenya merupakan tipologi ahli hadis. Dalam menyusun karyanya al-Tabaqat al-Kubra, Ibn Sa’ad banyak menyandarkan kepada karya-karya al-Waqidi. Namun ia tidak lupa menyaring riwayat yang datang dari gurunya tersebut dan menguatkan dengan riwayat gurunya yang lain, semisal dari Hisyam bin Muhammad bin al-Saib al-Kalbi, seorang sejarawan dan ahli dalam nasab. Sehingga ia tidak menelan mentah-mentah riwayat yang berasal dari al-Waqidi.
C.            Murid-murid
Selain berguru kepada ulama dimasanya, Ibn Sa’ad juga mempunyai murid-murid yang meriwayatkan darinya, terutama sekali yang kemudian meriwayatkan karyanya, kitab al-Tabaqat al-Kubra Diantara mereka adalah: .
1.        Al-Haris’ bin Muhammad bin Abi Usamah al-Baghdadi, ia merupakan rawi dari kitab al-Tabaqat al-Kubra.
2.        Al-Husain bin Muhammad bin ‘Abd al-Rahman bin al-Fahm al-Baghdadi, juga rawi dari kitab al-Tabaqat al-Kubra. Muridnya ini yang kemudian memasukkan biografi Ibn Sa’ad dalam kitabnya.
3.        Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Ubaid bin Sufyan bin Abi al-Dunya al-Baghdadi.
4.        Ahmad bin Ubaid bin Nasih al-Baghdadi al-Nahwi, terkenal dengan sebutan Abu ‘Usaidah.
5.        Ahmad bin Yahya bin Jabir al-Baladzuri al-Katib.
6.        Abu al-Qasim al-Baghawi
D.           Aktivitas Keilmuan
Ibn Sa’ad merupakan tipologi ulama ahli hadis yang memiliki kepedulian dan perhatian yang besar terhadap sejarah Nabi dan umat Islam. Studi dan kajiannya mencerminkan usahanya dalam mencari, mengumpulkan dan merekonstruksi semua berita dari pendahulunya. Banyak ulama yang mengakui kredibilitas dan kapabilitas keilmuan dan keutamaan Ibn Sa’ad. Diantara pendapat ulama terhadap Ibn Sa’ad adalah sebagai berikut:
al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad: “Beliau adalah seorang ahli ilmu dan keutamaan” Ibn Nadim dalam al-Fihris: beliau adalah seorang yang ‘Alim tentang berita sahabat dan tabi’in.
Dihikayatkan juga oleh al-Mizzi dalam Tahdzib al-Kamal bahwa Ibn Ma’in menuduh Ibn Sa’ad dengan kebohongan
Ibn Shalah dalam Muqaddimah: ia seorang yang Tsiqat hanya saja ia banyak meriwayatkan dari orang-orang yang Da’if, semisal Muhammad bin Umar al-Waqidi Al-Dzahabby dalam al-Mizan: orang yang kuat dan jujur  Abu Hatim dalam al-Jarh wa al-Ta’dil: seorang yang jujur Ibn Hajar dalam Tahdzib al-Tahdzib: salah satu dari Huffadz yang agung dan kuat dalam pengetahuan sejarah.
Diantara berbagai riwayat jarh dan ta’dil diatas hanya satu riwayat tentang kritikan Yahya bin Ma’in terhadap Ibn Sa’ad. Namun dari berbagai penjelasan ulama, ditemukan bahwa tuduhan kebohongan oleh Yahya bin Ma’in kelihatannya berkaitan dengan hadis munkar yang diriwayatkan dari al-Waqidi, jadi bukan pada kapasitas periwayatan Ibn Sa’ad. Dan masih banyak lagi pendapat dan pujian ulama terhadap Ibn Sa’ad, menunjukkan kelebihan dan keluasan ilmunya dalam hal ilmu sejarah pendahulunya. Ibn Sa’ad memiliki gelar kehormatan yang banyak. Ia adalah seorang al-Hafiz, al-‘Allamah, al-Hujjah, al-Tsiqah dan lain sebagainya. Ini membuktikan keilmuan Ibn Sa’ad yang luas, baik itu ilmu Sejarah maupun Hadits; meliputi pelacakan dan periwayatannya, keghariban dan, Sahabat Nabi rpemahamannya. Ia mengetahui berita-berita Nabi Muhammad  dan orang-orang sesudah mereka. Disamping itu Ibn Sa’ad adalah seorang yang saleh, ia selama 60 tahun berpuasa seperti Nabi Daud, yaitu sehari puasa dan sehari lagi tidak. Tidak dapat diragukan lagi, bahwa dalam menyusun kitabnya Ibn Sa’ad banyak bersandar pada karya gurunya, al-Waqidi. Tetapi ia melampaui gurunya dalam pengorganisasian dan pembagian sistematik karyanya ke dalam bab-bab. Ia juga memperkenalkan penambahan penting kepada studi Sirah dengan menambahkan bagian-bagian tentang “tanda misi kenabian” (‘Alamat al-Nubuwwah) dan tentang sifat kebiasaan dan  (Sifat akhlaq al-Nabirkarakteristik Nabi Muhammad). Perkembangan ini menurut Gibb, merupakan salah satu tahap lebih maju dalam penyatuan unsur hadis asli dengan arus kedua tradisi literatur yang bertumpu pada seni kisah rakyat seperti dikembangkan oleh Wahb bin Munabbih.
Ibn Sa’ad diakui oleh para peneliti sebagai seorang sejarawan yang menggunakan metode ilmu hadis, atau dengan kata lain ia adalah seorang ahli hadis (Muhaddits) yang memberikan kontribusi kepada disiplin ilmunya dengan kajian penulisan sejarah. Dalam kajian penulisan sejarah (Historiografi) masa awal Islam terdapat tiga aliran, yaitu; aliran Yaman, aliran Madinah dan aliran Irak. Diantara ketiga aliran tersebut Ibn Sa’ad dimasukkan kedalam dua aliran, yaitu aliran Madinah dan aliran Irak. Ia dimasukkan kedalam aliran Irak dikarenakan melihat kenyataan bahwa ia dilahirkan dan dibesarkan di Irak, sedangkan yang memasukkannya kedalam aliran Madinah berargumen bahwa metode dan materi sejarah yang ditulisnya sesuai dengan aliran Madinah.
E.     Setting Sosial Masa Ibn Sa’ad
Jika menggunakan pemetaan dalam perkembangan ilmu hadis, maka kehidupan Ibn Sa’ad berada pada akhir masa pembukuan hadis (عصر الكتابة والتدوين) dan awal masa penyaringan, pemeliharaan dan pelengkapan(عصرالتجريد والتصحيح والتنقيح) Masa pertama merupakan perkembangan yang signifikan dalam ilmu hadis, karena terjadi tradisi massal penulisan dan pembukuan (kodifikasi) hadis dari tradisi hafalan yang sudah ada. Disinilah muncul kitab al-Muwatta’ karya Malik bin Anas, kemudian disusul pada masa selanjutnya yang berusaha melakukan penyaringan dan pemisahan hadis Nabi  dan fatwa Tabi’in. karya pada masa init dari perkataan Sahabat Nabi  seperti Musnad karya Ahmad bin Hanbal, sampai Kutub al-Sittah (Enam kitab hadis standar). Disamping itu mulai disusunnya dasar-dasar ilmu hadis baik secara dirayah maupun riwayah.
F.      Hasil karya Ibn Sa’ad
Ibn Nadhim dalam karyanya al-Fihrist menyebutkan bahwa Ibn Sa’ad hanya memiliki 3 karya, namun jika merujuk kepada Haji Khalifah dalam karyanya Kasyf al-Dzunnun maka semua karya Ibn Sa’ad adalah sebagai berikut: kitab Akhbar al-Nabi, al-Tabaqat al-Sagir, al-Tabaqat al-Kubra, al-Tarikh, al-Zukhruf al-Qashri fi Tarjamah Abi al-Hasan al-Bashri, al-Qasidah al-Khawaniyah fi Iftikhar al-Qahthaniyyin ‘ala al-‘Adnaniyyin.
Namun sebagian peneliti berpendapat dan menyetujuinya- bahwa kitab al-Tarikh dan kitab al-Tabaqat al-Sagir merupakan dua juz pertama dari kitab al-Tabaqat al-Kubra. Namun demikian tidak mengurangi keluasan Ibn Sa’ad dalam hal hafalan yang kuat dan hubungan yang erat dengan sumber-sumber riwayat sejarah pada masanya.
G.    Metode Ibn Sa’ad dalam al-Tabaqat al-Kubra.
Ibn Sa’ad adalah sejarawan ahli hadis, maka dalam karyanya pun ia menggunakan metode ahli hadis, ia menggunakan lafal-lafal periwayatan sebagaimana ahli hadis, seperti; Haddatsana, Anbaana, Akhbarana dan Rawa (حدثنا, أنبأنا, أخبرنا, روى ). Al-Tabaqat al-Kubra diriwayatkan melalui murid-muridnya, pada bagian awal tidak ada pengantar dari Ibn Sa’ad sebagai pengarangnya, akan tetapi sebelum masuk pembahasan pertama dimulai dengan rangkaian sanad riwayat al-Tabaqat al-Kubra. Sanad periwayatannya adalah sebagai berikut: “Akhbarana Syaraf al-Din Abu Muhammad ‘Abd al-Mu’min bin Khalaf bin Abi al-Hasan al-Dimyat, Qira’at ‘alaihi wa Ana Asma’u Qala: Akhbarana Syamsu al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf bin Khalil Ibn ‘Abdullah al-Dimsyaqi Qala: Akhbarana Abu Muhammad bin Abdullah bin Dahbal bin ‘Alibin Karih Qala: Akhbarana al-Qad Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Abd al-Baqi bin Muhammad bin Abdullah al-Ansari Qala: Akhbarana Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Ali bin Muhammad bin al-Hasan bin Abdullah al-Jauhari ‘an Abi Umar Muhammad bin al-‘Abbas bin Muhammad bin Zakariya bin Yahya bin Mu’adz bin Hayyawaih al-Khazzaz ‘an Abi al-Hasan Ahmad bin Ma’ruf bin Bisyr bin Musa al-Khasyab ‘an Abi Muhammad al-Hadits bin Muhammad bin Abi Usamah al-Tamimi ‘an Abi Abdullah Muhammad bin Sa’d bin Mani’ Qala.” Dalam rangkaian sanad tersebut terdapat 9 orang termasuk Ibn Sa’ad, jadi jelas bahwa periwayatan Kitab al-Tabaqat al-Kubra dari guru ke murid dengan sanad, sebagaimana layaknya periwayatan hadis. Dalam menulis dan membahas kitab al-Tabaqat al-Kubra, Ibn Sa’ad menggunakan metode dekriptif-analitis. Artinya dalam menulis kitab tersebut beliau mencoba secara deskriptif menyajikan sebuah tema atau judul dengan memaparkan riwayat tentang sebuah peristiwa atau sesuatu hal dari seorang periwayat, yang kemudian dikomparasikan dengan menuliskan riwayat-riwayat lain dari periwayat lainnya tentang riwayat yang menjadi fokus bahasan, sebagaimana susunan sanad sebuah hadis. Dan ia memberikan analisis atas berbagai riwayat yang dikemukakan, dan terkadang ia mengkritik sebuah riwayat dengan disertai argumentasi, menangis dikuburanrmisalnya ketika ia menyebutkan riwayat bahwa Nabi  ibunya ketika beliau mengalahkan kota Makkah (baca: Fath Makkah), Ibn Sa’ad menyatakan bahwa riwayat tersebut keliru secara nyata, karena  bukan di Makkah, akan tetapi di Abwa’. kuburan ibunda Nabi 
Ibn Sa’ad dengan karyanya al-Tabaqat al-Kubra dimasukkan dalam kategori masa gerakan penelitian keshahihan hadis, dengan titik fokus pada kritik periwayat hadis, yang meliputi meneliti kredibilitas dan kapasitas intelektual periwayat hadis, kemudian memilah mereka kedalam berbagai kategori. Studi kritik ini setelah mengalami perkembangan kemudian disebut dengan ‘Ilm al-Jarh wa al-Ta’dil, yang terpilah dalam berbagai sub bahasan, seperti al-Du’afa’, al-‘Ilal, al-Tsiqat, al-Rijal, al-Tabaqat, al-Jarh wa al-Ta’dil. Yang kemudian dilanjutkan oleh al-Bukhari dengan karyanya Rijal al-Kabir (baca: al-Tarikh al-Kabir).
H.    Ana oleh Ibn Sa’adlisis atas Klasifikasi Sahabat Nabi.
Secara garis besar bisa terlihat bahwa Ibn Sa’ad dalam mengumpulkan ia menggunakan klasifikasiabaqah. Namun biografi Sahabat Nabi  meskipun begitu, klasifikasi yang ada jauh lebih luas dibandingkan dengan definisi abaqah dalam kitab ‘Ulum al-Hadits. Jika dikaji secara lebih mendalam, terlihat jelas bahwa Ibn Sa’ad hanya menggunakan redaksi tabaqah dibeberapa tempat, selebihnya, ia menggunakan redaksi tasmiyah (nama-nama), bahkan untuk klasifikasi Sahabat Wanita, ia sama sekali tidak menggunakan redaksi tabaqah, sebagaimana terlihat dalam klasifikasi diatas.
mengklasifikasikan keduanya Ibn Sa’ad memiliki sudut pandang dan asumsi  klasifikasi didasarkan pada dasar yang berbeda. Untuk Sahabat pria  , posisi Sahabat unsur waktu masuk Islam, jabatan yang diberikan Nabi   dalam perjuangan Islam, perang yang diikuti dan Nabi  tempat tinggal . Karena Ibn Sa’ad menggunakan kategori yang banyak dan Sahabat Nabi  terkadang terkesan tumpang tindih, maka sering terjadi pengulangan  dengan. Artinya seorang Sahabat Nabi biografi Sahabat Nabi  menggunakan berbagai sudut pandang tertentu, maka ia akan masuk ke dalam lebih dari satu tabaqah. Namun meskipun terjadi pengulangan, riwayat yang disebutkan selalu berbeda dengan tempat sebelumnya, tergantung dengan bahasan yang ada. Artinya ia berusaha melengkapi dan memberikan .sudut pandang yang berbeda atas biografi Sahabat Nabi
Sangat unik, Sedangkan untuk klasifikasi tabaqah sahabat wanita  bahkan jika diakui bahwa klasifikasi sahabat wanita tersebut sebagai tabaqah tersendiri, maka definisi atas tabaqah menjadi lebih berkembang. Karena selama ini abaqah hanya didefinisikan sebagai kedekatan antar periwayat hadis dalam umur dan isnad, atau hanya isnad  tidak hanya saja. Ibn Sa’ad mengklasifikasikan tabaqah sahabat wanita  berdasarkan umur atau sanad. Tetapi lebih dari itu ia, lamaran mengklasifikasikan juga berdasarkan kekeluargaan dengan Nabi walaupun tidak sempurna, berdasarkan dan pernikahan dengan Nabi  klasifikasi muhajirin dan Anshar, suku dan keluarga asal mereka, dan , namun tidak bersahabat (baca: melihat atau mengenal) dengan Nabi meriwayatkan hadis secara langsung dari beliau.
Dari eksplorasi dan telaah yang telah disebutkan diatas, maka pernyataan bahwa Ibn Sa’ad mengklasifikasikan tabaqah Sahabat Nabi  dalam lima tabaqah sebagaimana dalam kitab-kitab ‘Ulum al-Hadits- tidak sepenuhnya tepat. Karena kurang untuk tidak mengatakan tidak- mewakili penjelasan sebagaimana yang terdapat dalam kitab al-Tabaqa al-Kubra. Seandainya tepat pun, klasifikasi lima , sedangkan Ibn tabaqah tersebut hanya meliputi tabaqah sahabat pria  Sa’ad dengan al-Tabaqat al-Kubra-nya juga membahas tabaqah .sahabat wanita  Sebagai karya awal yang sampai ketangan kita, al-Tabaqat al-Kubra disatu sisi tidak hanya menyajikan narasi biografi Sahabat  namun ia juga mengulas biografi Tabi’in sampai masa penulis. Maka Nabi   yangydari itu dibeberapa tempat, terdapat juga para Sahabat Nabi  memiliki periwayatan hadis kepada Tabi’in, terutama Khulafa’  yang ada didalamnya al-Rasyidin. Disisi lain biografi Sahabat Nabi  tidak semuanya lengkap, sering yang ada hanyalah sebuah nama dan nasabnya saja tanpa ada riwayat yang mendukung tentang persahabatannya. Namun hal ini tidak mengurangi kelebihan al-Tabaqa dengan Nabi al-Kubra sebagai karya awal yang ensiklopedis dalam merintis data biografi periwayat hadis, yang kemudian dilanjutkan ulama setelahnya.


Sumber http://majelispenulis.blogspot.com/2011/04/great-writer-series-ibnu-saad.html

0 komentar: