A. Masuknya
agama Islam di Tanah Mandar
Pada
abad ke-17 agama Islam telah masuk ke tanah mandar, saat itu pemerintahan
di Wilayah Tanah Mandar masih berbentuk kerajaan. Diantaranya ada 2 kerajaan
besar di Tanah Mandar pada masa itu yaitu kerajaan Binuang dan Kerajaan
Balanipa. Awal penyebaran agama Islam di mulai dari daerah Kerajaan Binuang,
yang disebarkan oleh seorang musafir bangsa arab yang berlabuh di kawasan
Kerajaan Binuang
Dalam
penyebaran agama Islam di Tanah Mandar saat itu tidak mendapatkan kesulitan
berat, karena kebudayaan yang ada pada saat itu sudah berbau Islam. Sehingga
agama Islam yang disebarkan diterima dengan baik oleh masyarakat terutama dari
pihak kerajaan yang berkuasa pada saat itu. Berikut ini merupakan beberapa
pendapat atau paham yang diperoleh dari beberapa nara sumber yang mengetahui
mengenai sejarah masuknya agama Islam di Tanah Mandar :
- Pendapat Abdullah ( Tokoh adat Balanipa )
Mengatakan
bahwa asal mula penyebaran agama Islam datang dari Arab dan tiba di
Wilayah Tanah Mandar Daerah Toma’ngalle, pada abad ke-17 (Toma’ngalle itu
nama pada abad 17 dan sekarang diberi nama tammangalle ). Yang dibawah oleh
seorang musafir yang bernama Kamaruddin Rahim.
Setelah beliau berada di Tamangalle, beliau menyebarkan agama Islam. Saat
beliau melakukan shalat 5 ( lima ) waktu diatas batu yang berbentuk kasur,
Beliau dilihat oleh warga sekitar dan melaporkan kejadian tersebut kepada raja
Balanipa, kemudian beliau dijemput dan dibawa ke Kerajaan Balanipa. Arayang pada saat itu adalah Daetta’ Tummuanae (Raja
ke-IV Kerajaan Balanipa). Ketika berada di wilayah Kerajaan Balanipa Beliau
memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman agar lebih mudah untuk
menyebarkan agama islam. Wilayah pada saat itu disebut Pallis, Raja
dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah
raja Pallis ( kannasunan ).
- Pendapat Pundi (Tokoh Masyarakat Daerah Lambanan)
Mengatakan
bahwa agama Islam mulanya dibawa oleh seorang berbangsa Arab dan tiba diwilayah
mandar pada abad ke 17, Beliau bernama Kapar. Beliau menyebarkan agama
islam di tanah mandar bersama dengan To Salama di daerah Goa (Yusuf). Perayaan
hari besar Islam di Balanipa tidak akan terlaksana apabila Yusuf tidak ada. Hal
ini dikarenakan saat itu Yusuf bertindak sebagai khatib di Balanipa dan
Beliaulah yang mengajarkan tentang tata cara sebagai khatib.
Namun
setelah beliau kembali ke Goa, Beliau digantikan oleh muridnya yaitu Sopu Gus
Diris yang dikuatkan dengan diberikannya sebuah SK sebagai bukti pelimpahan
wewenang sebagai khatib tanggal 5 Januari 1952 di Madjene.
Kapar
(To Salama di Binuang) menyebarkan agama islam di Balanipa pada masa
kepemimpinan Raja ke-IV, Tomatindo di Burio yang merupakan keturunan dari
Torilaling (raja pertama). Islam berkembang luas di daerah Balanipa dikarenakan
oleh adanya dukungan penuh dari raja yang berkuasa.
Penyebaran agama Islam pada masa itu terjadi secara
berangsur-angsur dikarenakan sebuah kepercayaan baru yang datang pada suatu
wilayah tentunya tidak akan langsung dapat diterima begitu saja. Sebelum
Islam masuk, masyarakat Mandar menganut kepercayaan animisme yang banyak di
pengaruhi oleh agama Budha dan Hindu dalam melakukan praktek-praktek
penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam penyelesaian
perselisihan atau sengketa di Tanah Mandar, kerajaan Balanipa memiliki 2 (dua)
lembaga hukum yaitu:
1. Lembaga 1(Balanipa)
Dimana
bala bararti sebuah kandang dan nipa adalah sejenis tumbuh-tumbuhan yang
dijadikan bahan dalam pembuatan kandang tempat pertaruangan duel tikam menikam
tersebut (berkelahi dalam kandang sampai salah satunya tewas, dan tewas
dinyatakan bersalah sedangkan yang hidup dinyatakan benar).
2. Lembaga II (merendam tangan di
air mendidih)
Yaitu mereka yang bersengketa merendam tangan di air mendidih (siapa yang
lebih dahulu mengangkat tangannya maka ia lah yang bersalah).
Secara psikologis, 2 (dua) lembaga peradilan tersebut adalah untuk
mempermudah penetapan hukum. Namun setelah Islam masuk dan diterima baik oleh
masyarakat, khususnya pihak Kerajaan. Hukum yang dijalankan pada masa itu
berangsur-angsur berubah dengan aturan-aturan yang ada di ajaran Islam.
- Pendapat Arifin (Penjaga Makam Syaeh Bil Ma’ruf)
Menyatakan
bahwa Islam masuk ke Tanah Mandar pada Abad ke-17 dibawa oleh Rahim Kamaruddin
(Syaek Bil Ma’ruf), yang berasal dari Arab, Beliau tiba di Kerajaan Binuang
dengan satu tujuan menyebarkan Islam di Tanah Mandar.
Ketika
Beliau melaksanakan shalat, ada penduduk yang melihat, dan langsung melaporkan
kejadian tersebut kepada Raja. Rajapun menemui Syeik Bil Ma’ruf untuk
menanyakan siapa, dari mana, dan tujuan beliau datang ke Binuang. Kemudian
Syeik Bil Ma’ruf menjelaskan maksud dan tujuannya yaitu menyebarkan Agama
Islam. Awalnya Raja tidak percaya dan meminta bukti-bukti.
Beberapa
bukti yang beliau perlihatkan diantaranya :
1. Berjalan di atas air
2. Memegang bara api
3. Shalat di atas daun pisang
4. Berjalan di atas pohon kelapa
Setelah
melihat bukti-bukti tersebut, Raja percaya dan memeluk agama Islam, kemudian
diikuti oleh para pejabat dan seluruh masyarakat.
Dari
tiga pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa pembawa agama islam
di Tanah Mandar memiliki nama yang berbeda – beda dari tiap wilayah.
Namun setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa pembawa agama Islam
yang pertama kali ditujukan hanya pada satu orang yaitu tosalama’ di Binuang.
B. Penyebaran Islam di Mandar
Penyebaran
Islam di Tanah Mandar di mulai pada abad ke-17, oleh seorang musyafir bangsa
Arab yang bernama Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf). Awal penyebarannya
Beliau menyebarkan agama Islam di Wilayah Kerajaan Binuang, Ketika beliau
melaksanakan sholat diatas batu yang berbentuk kasur, Beliau dilihat oleh warga
sekitar dan melaporkan pada raja Binuang. Lalu beliau dijemput untuk dibawa ke
Raja Binuang. Setelah menghadap raja beliau menjelaskan maksud dan
tujuannya. Hal tersebut diterima baik oleh pihak kerajaan dan diikuti oleh
seluruh masyarakat
Setelah
Islam diterima di kerajaan Binuang, Kamaruddin Rahim (Syaek Bil Ma’ruf)
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan untuk menyebarkan agama Islam,
diantaranya Majene dan Mamuju. Dalam perjalanan (berlayar), Beliau mendapatkan
hambatan dilaut yaitu salah arah menuju ke Balanipa. sehingga beliau memberi
nama tempat itu Salahbose’. Dan pada saat itu pula beliau memutuskan untuk
singgah di Balanipa, diwilayah Toma’ngalle (Toma’ngalle itu nama pada abad
17 dan sekarang diberi nama tammangalle ) untuk menyebarkan agama Islam.
Ketika
beliau melakukan sholat, diatas batu yang berbentuk kasur. Beliau dilihat oleh
warga sekitar dan melaporkan pada raja Balanipa, lalu beliau dijemput untuk
dibawa ke Balanipa. Arayang pada saat itu daetta’ tummuanae (raja ke empat )
Setelah
tiba dikerajaan, beliau memutuskan untuk memilih tempat yang pedalaman agar
lebih mudah untuk menyebarkan agama islam. wilayah pada saat itu disebut
Pallis, Raja dipallis pada saat itu Kannasunan. Dan pertama masuk islam pada saat itu adalah raja
Pallis (kannasunan
).
Pada
awal beliau melakukan syiar Islam di Balanipa beliau tidak langsung mengajarkan
Islam pada inti pokoknya yaitu mengenai tata cara shalat. Melainkan
dengan menjelaskan tahap awal, mulai dari tata cara memberihkan diri, lalu
berwhudu, kemudian tata cara shalat. Pada masa penyebaran Islam di Balanipa
tidak begitu mendapat hambatan karena prilaku masyarakat setempat sudah
mencerminkan prilaku Islam, Selain itu juga Kamaruddin Rahim memang berperilaku
baik dan sopan saat berkunjung dan bersilaturahmi sehingga langsung diterima
oleh masyarakat setempat.
Proses
penyebaran Islam banyak dilakukan dengan cara mengislamkan kebiasaan-kebiasaan
daaerah setempat contohnya tradisi Sayyang Patu’du yaitu kuda yang menari,
pertama kali digunakan oleh Raja dan dijadikan daya tarik untuk masyarakat
khususnya anak-anak untuk mempelajari agama Islam terutama dalam mempelajari
Al-Qur’an.
Setelah
Islam menyebar di Balanipa, Beliau kembali ke Binuang dengan alasan karena
tugas beliau telah selesai, dan setelah beberapa hari kemudian beliau wafat.
Sebelum beliau dimakamkan terjadi peristiwa hujan lebat selama tiga hari tiga
malam. Saat itu kalangan kerajaan sangat pusing memikirkan letak pemakaman
Syaek Bil Ma’ruf. Banyak yang mengusulkan tempat pemakaman beliau, tetapi
setelah disebutkan salah satu tempat yaitu daerah Ammasangan hujan seketika
berhenti. Kemudian Raja memutuskan untuk memakamkan jasad to Salama di
Ammasangan yang sekarang bernama Pulau Salama.
Dibawa
ini adalah dokumentasi tosalama’ di Binuang (Syaek Bil Ma’ruf) atau dikenal
Kamaruddin Rahim :
A. Perkembangan
Agama Islam di Mandar
Islam masuk ke
Mandar dengan jalan damai pada abat 17 masehi,
pengaruh Islam mengalami perkembangan sekitar pada abad 18 masehi. Penyebaran
islam dilakukan dengan didahului para pemimpin kerajaan yang ada ditanah
Mandar. Dimulai dari ajaran membersikan diri sampai kepada tatanan atau aturan
dalam beribadah.
Masuknya Islam
ditanah Mandar banyak mempengaruhi kebudayaan lokal. Dalam bidang aturan dalam
kepemimpinan, kehidupan, dan masih banyak lagi. Berikut ini beberapa contoh
perkembangan islam di berbagai kerajaan yang ada di Tanah Mandar :
1. Pada masa kerajaan Balanipa
Kerajaan ini
terletak di Kabupaaten Polman, Sulawesi Barat. Kerajaan ini adalah
kerajaan yang terbesar yang ada di Tanah Mandar, yang mempunyai pengaruh yang
sangat besar di Tanah Mandar. Dan sistem pemerintahan di Balanipa pada saat itu
dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Perkembangan agama
Islam pada masa kepemimpinan Raja ke-4 (empat), memanfaatkan pemerintahannya
untuk mengembangkan agama islam, dengan ditandai dengan berdirinya sebuah
tempat ibadah (mesjid) yang pada awal mulahnya dikenal Langgar (yang
dikenal di Sumatra dengan kata surau) dimana digunakan sebagai tempat mengajar
ajaran agama Islam. Masjid yang pertama di Tanah Mandar terletak di Pallis atau
yang dikenal saat ini sebagai Desa Lembang dan masjid yang kedua didirikan di
Desa Tangga – taangga Kecamatan Tinambung, yang sekarang lebih dikenal sebagai
masjid Raja.
Masjid kedua ini
berdiri hasil dari perpindahan mesjid pertama dengan membawa empat tiang dan
meninggalkan/menyisahkan kepala mesjid yang dalam bahasa daerah disebut Coppo’
masigi.
2. Pada Masa Kerajaan Binuang
Kerajaan
ini terletak di kabupaaten Polman, sulawesi barat atau yang dekat dengan
perbatasan Sul – Sel . Kerajaan ini adalah kerajaan yang nomor 2 terbesar yang
ada di Mandar, yang mempunyai kerjasama dengan Kerajaan Balanipa, baik dalam
perekonomian, budaya, dan lain – lain. Dan sistem pemerintahan di Binuang pada
saat itu dilakukan secara turun temurun atau dari genersi ke generasi.
Dikerajaan
Binuang adalah tempat dimana wafatnya Syaek Bil Ma’ruf (Kamaluddin rahim). Pada
waktu itu makam beliau dijadikan tempat ziarah para umat muslim. Ketika
pada abad 18 masehi, yang berkuasa di Goa (Sul – Sel) adalah islam Muhammadia.
Islam Muhammadia ini tidak sepakat makam Kamaluddin Rahim (Tosalama’ Binuang)
dijadikan tempat siarah. Lalu dia mengambil tindakan untuk menghancurkan makam
tersebut, dengan membuang batu – batu nisannya ke laut. Setelah selesai dibuang
batu nisan itu kembali posisi semula. Jadi makam itu tidak diganggu lagi
hingga saat ini.
0 komentar: