BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kehidupan bernegara dengan system pemerintahan secara Islami telah terwujudkan sejak masa Nabi.Tepatnya terhitung setelah peristiwa hijrah ke Madinah.Dimana tercipta suatu tatanan kahidupan bermasyarakat yang damai di tengah-tengah pluralitas suku, agama dan keyakinan.
Pemerintah politik masa Khulafaur Rasyidin di masa Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali sudah pasti berbeda setiap memegang ke pimpinannya, pada masa Khulafaur Rasyidin prinsip musyawarah, persamaan kebebasan berpendapat menjadi realisasi dari penerapan ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasul. Pemahaman dan penafsiran terhadap pemerintahan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin dengan Dinasti Ummayah dan sekarang memiliki perbedaan dan keterkaitan.
B.     Rumusan Masalah
1. Perbandingan sistem pemerinthan di masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin?
             2. Bagaimana situasi pemerintahan paska Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin?

C.    Tujuan
Untuk memahami perbandingan sistem pemeritahan di masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Ummayah , dan sekarang.




BAB II
PEMBAHASAN

A.  PEMERINTAHAN DI MASA RASULULLAH
Nabi Muhammad SAW selain sebagai seorang Rasul yang membawa risalah Allah SWT beliau juga seorang kepala negara yang berkuasa dan memerintah dengan menerapkan hukum-hukum Allah SWT yang diwahyukan kepada beliau.
Sebagai kepala negara Rasulullah SAW telah mewujudkan realitas hukum pemerintahan sbb:
1.      Menjadikan syahadat “LAAILAHA ILLALLAH Muhammad Rasulullah”, sebagai asas kehidupan dalam seluruh aspeknya, seperti pengaturan hubungan manusia, penyelesaian persengketaan, asas hubungan luar negeri, dll.
2.      Mengangkat para Pejabat yang membantu beliau dalam menjalankan tugas pemerintahan, seperti Mu’awin (Wazir) yang bertugas sebagai wakil (pembantu) kepala negara, Wali dan Amil yang bertugas sebagai penguasa wilayah di tingkat semacam propinsi dan kabupaten, Qadli (Hakim) yang bertugas sebagai pemutus perkara-perkara masyarakat (warga negara muslim maupun non muslim), Al Jaisy atau AB, yang menjaga keamanan dalam negeri dan menjalankan misi jihad. Beliau sebagai Panglima AB, dalam banyak kesempatan memimpin langsung pertempuran, serta pejabat administrasi  yang mengurus administrasi negara dan kebutuhan masyarakat.
Pada masa Nabi Muhammad SAW sudah ada negara dan pemerintahan Islam, pada masa beliau berada di kota Yastrib, kota ini kemudian berganti nama menjadi “Madinah al nabi” dan popular dengan sebutan Madinah.
Terbentuknya Negara Madinah akibat dari perkembangan penganut Islam menjelma menjadi kelompok sosial dan memiliki kekuatan politik riil pada paska periode Mekah. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru dibentuk itu dan akhirnya menjadi suatu nagara yang merupakan  negara Islam pertama yang telah meletakkan dasar-dasar negeri Islam dan dasar-dasar politik bagi perundang-undang Islam.
Nabi berturut-turut mendapatkan dukungan moral dan dukungan politik dari sekelompok orang arab (suku Aus dan Khazraj). Kota yang menyatakan diri masuk Islam, peristiwa ini mempunyai keistimewaan karena di samping mereka menerima Islam sebagai agama mereka, juga mereka membai’at Nabi.Dalam bai’at di tahun 621 M, dikenal dengan Bai’at Al-Aobah pertama. Mereka berikrar bahwa mereka tidak menyembah selain Allah, akan meninggalkan segala perbuatan jahat dan akan mentaati Rasulullah dalam segala hal yang benar, sedangkan pada Bai’at tahun 622 M, dikenal dengan Bia’at Aqobah kedua, mereka berjanji akan melindungi Nabi sebagaimana melindungi keluarga mereka. Nabi juga dalam kesempatan itu berjanji akan berjuang bersama mereka baik untuk berperang maupun untuk perdamaian.
Langkah berikutnya adalah Nabi menata kehidupan politik komunitas-komunitas di Madinah, sebab dengan hijrahnya kaum muslimin Mekah ke kota itu. Masyarakatnya semakin bercorak heterogen dalam hal etnis dan keyakinan. Untuk itu, Nabi menempuh dua cara, pertama, menata intern kehidupan kaum muslimin. Yaitu mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar secara efektif.
Persaudaraan ini bukan diperkuat oleh hubungan darah dan kabilah, melainkan atas dasar ikatan agama (Iman), inilah awal terbentuknya komunitas Islam untuk pertama kali.Kedua, Nabi mempersyaratkan antara kaum muslimin dan kaum yahudi bersama sekutu-sekutunya, melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan Piagam Madinah.

B.  PEMERINTAHAN DI MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Proses perpindahan tangan kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Negara Madinah dari mendiang Rasulullah ke tangan para khalifah penggantinya terbagi menjadi dua periode yaitu masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab, dimana pemilihan kedua khalifah ini berjalan lancar melalui jalur musyawarah, sedang periode kedua kendati juga melalui proses pemilihan demokratis namun, dikotori dengan pertempuran dua kubu antara Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dan hal itulah yang nantinya menjadi bumbu terjadinya perpecahan di antara kaum muslimin.
Khilafah Rasyidin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu ‘Anhu dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
1.      Abu Bakar Ash-Shiddiq
Ketika Rasulullah wafat, sebagian kalangan muslim Anshar dan beberapa orang dari pihak Muhajirin mengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah. Sempat terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar.Dan akhirnya, terpilihlah Abu Bakar Ash-Siddiq sebagai Khalifah pertama.
Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.Mereka menentang Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan).Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah.Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu yang berfungsi sebagai lembaga legislatif pemerintahannya.
Khalifah Abu Bakar  membentuk beberapa pasukan, dari segi tata negara, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara Islam hal ini seperti juga berlaku di zaman modern ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.
Adapun urusan pemerintahan diluar kota madinah, khalifah Abu Bakar membagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa propinsi, dan setiap propinsi aa menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).
Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak, sadaqoh yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga Negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk kesejahteraan tentara, bagi para pegawai Negara dan kepada rakyat yang berhak menerima sesuai ketentuan Al-Qur’an.
Pada saat Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu meninggal dunia.Ia diganti oleh "tangan kanan" nya, Umar ibn Khatthab Al-Faruq Radhiallahu ‘Anhu. Ketika Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar bin Khattab Radhiallahu ‘Anhu sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membai’at Umar Radhiallahu‘anhu .
Dari penunjukkan Umar sebagai penggantinya, ada hal yang perlu dicatat:
a.       Bahwa Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan azas musyawarah ia lebih dulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
b.      Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya melainkan memilih seseorang yang disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
c.       Pengukuhan Umar sebagai khalifah sepeniggal Abu Bakar berjalan baik dalam suatu bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga opsesi Abu Bakar untuk mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu terjamin.
2. Umar Bin Khattab
Sebagai mana Abu Bakar, Umar bin khattab pun di bai’at dihadapan umat muslimin, bagian dari pidatonya adalah:
“Aku telah dipilih jadi khalifah kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat diantara kamu dan juga lebih mampu memikul urusan kamu yang penting-penting.Aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama seperti beliau, andaikata aku tahu ada orang yang lebih kuat daripada aku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini”.
Sebagai seorang negarawan yang patut diteladani, ia telah menggariskan:
a.       Persyaratan bagi calon negara.
b.      Menetapkan dasar-dasar pengelolaan negara.
c.   Mendorong para pejabat negara agar benar-benar meperhatikan kemaslahatan rakyat dan melindungi hak-haknya karena mereka adalah pengabdi rakyat dan bagian dari rakyat itu sendiri.
d.   Pejabat yang dipegang seseorang adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada tuhan dan rakyat.
e.   Mendidik rakyat supaya berani memberi nasihat dan kritik kepada pemerintah, pemerintah juga harus berani menerima kritik dari siapapun sekalipun menyakitkan karena pemerintah lahir dari rakyat dan untuk rakyat.
f.       Khalifah Umar telah meletakkan dasar-dasar pengadilan dalam Islam.
Ia selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh ansar dan Muhajirin, dengan rakyat dan dengan para administrator pemerintahan untuk memecahkan masalah-masalah umum dan kenegaraan, ia tidak bertindak sewenang-wenang dan memutuskan suatu urusan tanpa mengikutsertakan warga umat.
Pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘Anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘Anhu segera mengatur administrasi pemerintahan menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan.Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh Umar bin Khattab dalam kedudukannya sebagai kepala Negara, untuk menunjung kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan, diantaranya diwana al-kharaj (jawatan pajak), diwana al-ahdats (jawatan kepolisian), nazarat al-nafi’at (jawatan pekerjaan umum), diwana al-jund (jawatan militer), dan baitul al-mal (baitul mal).
Umar Radhiallahu ‘anhu memerintah selama 10 tahun (13-23 H / 634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian.Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah.Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu ‘Anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu.Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah.Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf Radhiallahu ‘Anhu. Setelah Umar Radhiallahu ‘anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘Anhu sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu.
3.  Usman Bin Affan
Setelah Usman bin Affan dilantik menjadi khlifah ketiga negara Madinah, ia menyampaikan pidatonya yang menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang politik belaka sebagai dominan. Dalam pidato itu Usman mengingatkan beberapa hal yang penting:
a.       Agar umat Islam berbuat baik sebagai bekal untuk hari kematian.
b.      Agar umat Islam tidak terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan.
c.       Agar umat Islam mau mengambil pelajaran dari masa lalu.
d.      Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah Al-Quran dan sunnah rasul.
e.    Di samping meneruskan apa yang telah dilkukan pendahulunya juga akan membuat hal baru yag akan membawa kepada kebajikan.
f.       Umat Islam boleh mengkritiknya bila ia menyimpang dari ketentuan hokum.
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan didaerah, Khalifah Usman
mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi pada masanya kekuasaan wilayah Madina dibagi menjadi 10 propinsi. Sedangkan kekuasaan legislative dipegang oleh dewan penasehat syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka.
Pemerintahan Usman Radhiallahu ‘Anhu berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman Radhiallahu ‘Anhu memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘Anhu. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman Radhiallahu ‘Anhu dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ .
Pada hal Utsman Radhiallahu ‘Anhu yang paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
4.  Ali Bin Abi Thalib
Umat yang tidak punya pemimpin dengan wafatnya Usman, membai’at Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah baru. Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya, ia di bai’at di tengah-tengah kematian Usman, pertentangan, kekacauan dan kebingungan umat Islam Madinah, sebab kaum pemberontak yang membunuh Usman mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah.

Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat islam:
a.       Tetap berpegang teguh kepada Al-Quran dan sunnah Rasul.
b.      Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada negara dan sesama manusia.
c.       Saling memelihara kehormatan di antara sesama muslim dan umat lain.
d.      Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum.
e.       Taat serta patuh kepada pemerintah.
Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Radhiallahu ‘Anhu tidak mau menghukum para pembunuh Usman Radhiallahu ‘Anhu , dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman Radhiallahu ‘Anhu yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali Radhiallahu ‘Anhu sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair Radhiallahu ‘Anhu Ajma’in agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak.Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘Anha ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman, namun Ali menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah serta mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.
Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah, dan al-Khawarij. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu ‘anhu terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
Harus diakui ada beberapa kasus dan peristiwa pada masa Khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangka, tapi perlu dicatat secara umum mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafa Al-Rasyidin dalam memimpin negara Madinah. Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda. 1) Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa ada seorang calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk calon penggantinya.Cara ini terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar dibalai pertemuan TsaqifahBani Syaidah. 2) Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukan oleh khalifah sebelumnya dengan terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian memberitahukan kepada umat Islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukan itu tidak ada hubungan keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk.Cara ini terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar. 3) Pemilihan team atau Majelis Syura yang di bentuk khalifah. Anggota team bertugas memilih salah seorang dari mereka menjadi khalifah.Cara ini terjadi pada Usman melalui Majelis Syura yang dibentuk oleh khalifah Umar yang beranggotakan enam orang. 4) Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang kacau akibat pemberontakan sekelompok masyarakat muslim yang membunuh Usman. Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih oleh kaum pemberontak dan umat Islam Madinah.Kedua, Pemerintahan Khulafaur Rasyidin tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara khusus sebagai dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undang nya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul ditambah dengan hasil ijtihad khalifah dan keputusan Majelis Syura dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang tidak ada penjelasannya dalam nash syariat. Ketiga, Pemerintahan Khulafaur Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa jabatan bagi setiap khalifah.Mereka tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada syariat Islam.Keempat, dalam penyelenggaraan pemerintahan negara Madinah Khulafaur Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip persamaan bagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.Kelima, dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan negara Madinah adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura.Karenanya corak negara Madinah pada periode Khulafaur Rasyidin tidak jauh berbeda daripada zaman Rasulullah.

0 komentar: